MYCULTURED
SUASANA Paskah kali ini tampaknya tak membawa kedamaian bagi sebagian jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Setidaknya, hal itu terlihat pada perayaan Paskah di gereja HKBP Narumonda, Porsea, Tapanuli Utara, Minggu dua pekan lalu. Sedikitnya 60 jemaat dan 2 anggota polisi luka-luka. Sebagian di antara mereka terpaksa dirawat di rumah sakit. Enam mobil terbakar. Apa pasal? Hari itu, 10 April 1994, belasan ribu jemaat pengikut S.A.E. Nababan -- yang menabalkan diri sebagai Ephorus HKBP tapi tak diakui Pemerintah -- berduyun-duyun ke gereja Narumonda, di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.Hari itu, direncanakan Na-baban akan memberikan khotbah di sana. Padahal, dua hari sebelumnya, gereja tersebut telah diduduki oleh satuan tugas (satgas) HKBP pimpinan P.W.T. Simanjuntak, untuk perayaan Paskah. P.W.T. Simanjuntak, lawan Nababan, adalah eforus -- pucuk pimpinan HKBP -- hasil pilihan Sinode Agung (kongres) HKBP di Medan, tahun lalu, dan diakui oleh Pemerintah. Nababan, yang sebelumnya adalah Eforus HKBP, tersisih dalam sinode itu.
Dengan alasan untuk menghindari terjadinya perkelahian di antara dua kelompok yang bertikai, pihak keamanan pun turun tangan. Jalan-jalan menuju ke gereja yang terletak di tepi jalan lintas Sumatera itu ditutup. "Kami kaget karena di tengah jalan mobil kami dihambat polisi, dan kami dilarang pergi ke sana," kata S.M. Sidabutar, jemaat HKBP dari Siborong-borong. Larangan ini juga berlaku bagi jemaat yang berjalan kaki. Akibatnya, jalan raya lintas Sumatera itu macet dipenuhi ratusan kendaraan dan ribuan manusia. Entah kenapa tiba-tiba terjadi kekacauan. Menurut laporan sebuah LSM di Tapanuli Utara, pada pukul 11 siang, pasukan keamanan mengusir kerumunan massa yang jumlahnya sudah belasan ribu itu.
Konon, banyak jemaat yang kena pentungan atau kena injak. Gas air mata pun digunakan untuk mengusir massa yang mulai kacau-balau. Tapi massa berhasil membakar mobil pemadam kebakaran. Korban pun berjatuhan. Akhirnya, sekitar pukul 14.00, praktis gereja Narumonda dapat dikuasai pengikut Nababan, yang menamakan dirinya kelompok "Setia Sampai Akhir". Mereka pun bersila memenuhi halaman gereja seluas 1 hektare itu untuk mendengarkan khotbah Nababan. Sehari sebelum peristiwa Narumonda ini, di Duri, Provinsi Riau, telah terjadi pula bentrok antara kelompok Nababan dan Simanjuntak. Peristiwa itu, menurut sebuah sumber, terjadi persis pukul 16.30.
Ketika itu, rumah Konci Tambunan di Jalan Bakti, Mandau, telah diserang oleh pengikut Simanjuntak dengan lemparan botol berisi bensin. Akibatnya, rumah pengikut Nababan itu hangus terbakar. Harison, putra Konci yang duduk di kelas III SMA, kena bacok punggungnya. Usai dari rumah Konci, kelompok ini beranjak ke rumah Marsal Sianturi. Rumah itu juga mereka bakar hangus. Ketegangan pun memuncak. Pada Minggu, 10 April, jatuh lagi korban di sana. Dia adalah Nelson, seorang petugas instalatir listrik keliling, yang bukan jemaat HKBP. Ketika itu Nelson melintas di Gang Horas, Duri, tempat berdirinya gereja pengikut Simanjuntak, untuk memperbaiki listrik. Ia dicurigai sebagai pengikut kelompok Nababan, lalu dihajar sampai sekarat, dan akhirnya meninggal di rumah sakit. Akibatnya, muncul aksi solidaritas dari teman-teman Nelson yang asal Sumatera Barat itu. Mereka menyerbu ke sana: seorang tewas dan puluhan orang lainnya luka-luka. Inilah dampak dari kemelut di tubuh HKBP yang tak kunjung padam itu. Kerusuhan tersebut umumnya terjadi ketika Nababan melakukan pertemuan dengan para pendukungnya di Gereja HKBP. Soalnya, sejak 26 Februari 1994, Nababan dipecat oleh HKBP. Ia juga dilarang berkhotbah, berceramah, dan melakukan kegiatan lainnya yang mengatasnamakan HKBP.
Ternyata, menurut Sekretaris Jenderal HKBP, Sontilon M. Siahaan, Nababan terus mengklaim dirinya sebagai eforus." Bahkan Nababan masih terus mentahbiskan pendeta, membuat kop surat, dan almanak HKBP," kata Sontilon. Tindakan ini, menurut Sontilon, mengacaukan HKBP. Tentu saja tuduhan itu ditampik Nababan. "Mereka sendiri ilegal. Sebab, mereka itu terpilih tak berdasarkan aturan dan peraturan Gereja," kata Dr. S.A.E. Nababan kepada Indrawan dari TEMPO. Artinya, Nababan tak mengakui keputusan sinode di Medan itu. Jadi, pemecatan terhadap dirinya, menurut Nababan, tak sah. Terbukti, menurut Nababan, sekalipun pemecatan itu telah disebarluaskan oleh kelompok Simanjuntak, toh umat tetap mendukung dia. Tapi sebenarnya, menurut Sontilon, pengikut Nababan ini hanya sekitar 50.000 jemaat. Dari waktu ke waktu, kata Sontilon, semakin banyak jemaat yang meninggalkan Nababan. Bahkan Sontilon merasa optimistis, dalam tempo setahun, pergolakan HKBP akan selesai karena semua jemaat sudah mereka rangkul.
Mereka kini mengerahkan satgas -- berpakaian biru dongker dengan baret merah -- untuk mengamankan gereja-gereja HKBP dan harta bendanya. Tampaknya, upaya satgas ini untuk merebut semua gereja HKBP dari tangan kelompok Nababan akan berjalan alot. Sebab, jemaat yang pro Nababan juga bertekad mempertahankan gereja yang masih mereka kuasai di banyak tempat. Kalau begini, tentu korban akan terus berjatuhan. Dan sudah terbukti -- seperti yang terjadi di Duri -- korban yang jatuh tak lagi terbatas di kalangan jemaat HKBP. Semua ini tak akan menyelesaikan konflik HKBP yang sudah menahun itu. Julizar Kasiri (Jakarta), Irwan E. Siregar dan Sarluhut Napitupulu (Medan)
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1994/04/23/NAS/mbm.19940423.NAS457.id.html.
No comments:
Post a Comment