MYCULTURED
HutaYaitu kampung (perkampungan). Merupakan kesatuan teritorial tingkat terendah yang bersifat otonom dalam Kerajaan Batak pada zaman SI SINGAMANGARAJA, dengan susunan pemerintahan menurut hukum adat Batak.
Penduduk huta terdiri dari keluarga-keluarga pendiri huta yang berasal dari satu marga yang disebut marga raja dan keluarga-keluarga bermarga lain yang kemudian datang atau kawin dengan putri marga raja tersebut. Huta mempunyai tanah sebagai hak milik bersama di sekeliling huta dengan batas-batas tertentu.
Huta dipimpin oleh seorang raja huta yang merupakan primus inter pares, yaitu seorang yang dituakan dari antara sesama pendiri huta. Dalam memimpin kerajaannya, raja huta dibantu oleh para pangitua adat, namora (yang dituakan dari boru), datu, dan panglima.
Ciri-ciri huta adalah :
1. Dikelilingi oleh tembok tanah yang dinamakan parik ni huta serta rumpun-rumpun bambu berduri yang ditanam rapat-rapat.
2. Di tempat yang dikelilingi oleh tembok tersebut, terdapat dua atau lebih deretan rumah. Di antara deretan rumah, ada halaman terbuka yang digunakan sebagai tempat mengadakan pesta-pesta atau acara adat lainnya. Berhadapan dengan setiap rumah, biasanya ada sopo godang (balai) atau sopo eme (lumbung padi).
3. Biasanya ada pohon beringin atau pohon hariara di dekat pintu gerbang huta. Di bawah pohon tersebut biasanya diadakan musyawarah huta.
Lumban
Yaitu kuta (kampung). Bahasa Batak Toba asli untuk mengatakan kampung adalah lumban dan banjar. Istilah huta datang dari bahasa Sansekerta. Banyak kampung di tanah Batak dinamai dengan kata lumban, misalnya Lumban Hariara, Lumban Tobing, Lumban Ratus, Lumban Julu.
Banjar
Yaitu kampung. Istilah lain untuk banjar adalah huta dan lumban. Jadi, Banjar Nahor artinya Kampung Nahor. Arti sebenarnya dari banjar adalah baris atau barisan. Sabanjar = sebaris.
Dalam kaitan istilah banjar, huta, dan lumban, perlu diperhatikan nama-nama marga Batak yang diawali dengan kata-kata tersebut, yang semuanya berarti kampung. Misalnya marga BANJARNAHOR, LUMBAN TOBING, HUTAPEA, LUMBAN TORUAN, HUTAGALUNG, HUTAURUK, dan lain-lain.
Pada umumnya, nama suatu marga diambil dari nama seorang leluhur. Tetapi dalam sejarah perkembangan marga-marga, terlihat bahwa banyak juga marga cabang yang namanya diawali dengan kata huta, lumban, atau banjar. Hal seperti itu terjadi karena adanya kemungkinan sebagai berikut :
1. Nama leluhur menjadi nama kampung. Misalnya, keluarga SI RAJA NAHOR (putra TOGA MARBUN) membentuk perkampuingan baru. Kemudian, orang-orang lain menyebut atau memanggil nama kelompok dalam perkampungan baru tersebut sebagai kelompok Nahor. Lama-kelamaan, perkampungan kelompok NAHOR tersebut menjadi besar serta memenuhi syarat untuk menjadi huta menurut adat, dan diberi nama Banjar Nahor. Beberapa generasi kemudian, keturunan SI RAJA NAHOR memulai marga baru dengan nama BANJAR NAHOR. Proses seperti ini mungkin terjadi juga pada marga lainnya.
2. Nama kampung menjadi nama marga. Misalnya marga LUMBAN PEA – TAMBUNAN. Menurut tulisan W. Hutagalung dalam bukunya “Tarombo Marga ni Suku Batak”, keturunan DATU GONTAM dari marga TAMBUNAN memulai marga baru dengan nama LUMBAN PEA sebagai kenangan sejarah kepada tempat kediaman mereka yang bernama Lumban Pea.
BACA JUGA TOPIK INI:
- ADAT
- Hutasoit
- LAGU DAN LIRIK BATAK
- LUMBANTURAN
- MARGA BATAK
- NABABAN
- RELIGIUS
- SASTRA
- SEJARAH
- SILABAN
- TOKOH BATAK
- Tourist Destinations
- TRADITIONAL FOOD
huta adalah bahasa Batak asli , biasanya penduduknya lebih banyak dari penduduk lumban dan lebih luas dari lumban , penduduknya juga sudah banyak marga pendatang lain atau orang lain selain Batak, lumban di bawah huta dalam jumlah penduduk dan luasnya dan sudah memiliki penduduk dengan banyak marga, sosor di bawah lumban dan biasanya penduduknya kebanyakan adalah marga yang sama
ReplyDelete