MYCULTURED
DANAU Toba merupakan salah satu danau yang terindah di dunia ini. Pengakuan akan indahnya Danau Toba tidak hanya datang dari masyarakat Sumatera Utara di mana danau ini berada, tapi juga dari masyarakat luas termasuk turis mancanegara yang pernah menikmati indahnya panorama danau ini.
Keindahan panorama alam secara logika akan berbanding lurus dengan kehadiran orang (pelancong) baik lokal maupun asing yang ingin menikmati keindahan alam objek tersebut. Tapi dalam kasus ini, logika tersebut tidak berlaku. Danau Toba dikatakan indah, cantik dan sanjungan atau pujian lain yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, tapi kenyataannya Danau Toba sepi pengunjung.
Wisatawan mancanegara selama ini hanya mengenal ikon pariwisata Indonesia adalah Bali. Padahal Bali hanya satu dari sejumlah keindahan alam yang dimiliki Indonesia termasuk Danau Toba. Masalahnya, kenapa Danau Toba tidak layak dijual?
Berbagai upaya telah dilakukan untuk ‘menjual’ Danau Toba. Salah satu upaya yang telah dan sedang dilakukan adalah melalui Pesta Danau Toba (PDT). Hampir tiap tahun khususnya dalam beberapa tahun terakhir ini PDT selalu digelar. Tapi ‘pesta’ yang sesungguhnya hanya terjadi saat event itu sedang berlangsung. Ketika event itu selesai, maka selesailah semuanya. Tidak ada gaung yang bergema. Maka yang terjadi adalah sepi dan sepi kembali.
Kalaupun ada lonjakan kunjungan biasanya pada hari-hari besar tertentu seperti Idulfitri, Tahun Baru, Imlek dan lainnya. Lonjakan kunjunganpun hanya pelancong domestik bukan wisatawan mancanegara. Keadaan seperti ini sudah berlangsung bertahun tanpa ada perubahan berarti.
Tapi kali ini PDT 2010 dikemas dengan cara yang berbeda dibanding sebelumnya. Ketua Umum Panitia PDT 2010, Parlindungan Purba menjanjikan ada nuansa yang berbeda pada event tahun ini dibanding sebelumnya. Yang kita tunggu sebenarnya bukan puncak dari event tersebut, melainkan gema yang bakal muncul bersahutan pasca gelaran itu.
Akankah itu terjadi? Jawabannya bisa ‘ya’ dan bisa ‘tidak’, tergantung apa yang telah dilakukan untuk Danau Toba. Jika persoalan mendasar yang dihadapi selama ini bisa diatasi maka gaung Danau Toba akan terus bergema. Tapi sebaliknya, jika apa yang dilakukan hanya berupa pengulangan-pengulangan seperti sebelumnya, maka jangan berharap banyak!
Banyak persoalan mendasar yang dihadapi Danau Toba sehingga tidak laku ‘dijual’. Persoalan utama ini merupakan masalah klasik yang menahun yaitu sarana dan infrastruktur pendukung. Pelancong datang ke objek wisata pasti menginginkan ketenangan bukan sebaliknya hanya mendapat keletihan. Sementara sarana dan infrastruktur khususnya jalan ke Danau Toba sangat memprihatinkan sekali.
Kedua, kultur masyarakat setempat yang belum mendukung sepenuhnya keberadaan Danau Toba sebagai objek wisata. Harusnya para pelancong ini dilayani sebaik mungkin sehingga mereka merasa betah dan berlama-lama berada di sekitar Danau Toba bukan sebaliknya dikejar dan disodori barang dagangan tertentu yang harus dibeli.
Kenyamanan merupakan hal penting kalau ingin menjadikan objek tertentu ramai dikunjungi pelancong. Hal inilah yang belum dimiliki oleh Danau Toba. Bagaimana pelancong akan datang kalau mereka tidak memperoleh kenyamanan baik kenyaman ketika akan menuju objek tersebut maupun kenyaman ketika berada di lokasi hingga kembali ke tempat asal.
Pesan kecil buat PDT khususnya Parlindungan Purba yang punya niat luhur dan ikhlas untuk ‘menjual’ Danau Toba, ajaklah masyarakat setempat untuk menciptakan kenyamanan kepada para pengunjung. Ajaklah pemerintah daerah setempat untuk meninggalkan ego masing-masing demi Danau Toba dengan menciptakan sarana dan infrastrutur yang memadai. Soal ini kita tidak perlu jauh-jauh studi banding ke Malaysia atau Singapura, cukup belajar kultur pada masyarakat Bali bagaimana menghormati dan menghargai tamu.
sumber : Harian Analisa
No comments:
Post a Comment