Parahnya lagi, guru yang mengajar siswa tingkat SMP tersebut bukanlah guru-guru yang telah berpengalaman. Sehingga, orang tua siswa yang menyekolahkan anaknya di sekolah yang dioperasikan sejak tahun ajaran 2011/2012 itu kecewa.
“Kemarin menurut hasil rapat orangtua, hanya ditambah tiga guru honor, bagaimana nanti mutunya pendidikan juga kita tidak tau,” ujar orangtua Siswa A Manalu kepada wartawan, Selasa (17/7/2012).
Sangat disayangkan jika sampai tahun ajaran kedua ini juga tidak ada kebijakan dari pemerintah Kabupaten Tapanuli untuk menempatkan guru-guru yang berpengalaman di bidangnya.
“Ini menyangkut amsa depan anak-anak, bagaimana bisa mengikuti proses belajar mengajar jika pola pendidikan yang diterima sama dengan saat duduk di SD,” ujarnya kesal. Pasalnya, tidak bisa dipungkiri minimnya tenaga guru mengakibatkan sistem pengajaran yang dangkal.
“Kita tidak salahkan guru yang mengajar, itulah kemampuan mereka. Kita hanya bisa berharap, agar penambahan guru hendaknya menjadi suatu proses peningkatan mutu pendidikan,” kata orangtua siswa yang duduk di bangku kelas VIII ini.
Mengingat jumlah mata pelajaran yang ada di tingkat pendidikan SMP, tidak sepantasnya guru yang dipekerjakan hanya tiga orang untuk setiap tahun ajaran. Dan saat memasuki satu tahun sekolah tersebut didirikan dan dioperasikan baru ditempatkan seorang Pejabat Sementara untuk administrasi kelengkapan sementara.
Seperti tahun ajaran 2011/2012 siswa yang berjumlah 15 orang untuk tahun pertama yang seharusnya menerima lebih dari 10 bidang studi justru ditangani tiga orang guru. “Kadang, anak-anak ini pun mengeluh karena hanya ditugaskan mencatat buku bacaan,” katanya.
Menutu A Manalu, saat ini posisi Ranggitgit yang sesungguhnya sangat strategis dengan daerah disekitarnya sangat mendukung. Seperti Desa Tornauli, Sisoding, Dolok Nauli, dan Simpang Tolu sangat strategis untuk bersekolah di Ranggitgit.
“Tahun inikan, sudah ga mau lagi mereka datang kesini. Tidak ada guru, bagaimana mau belajar,” ujarnya.
Menurut Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, tingkat SMP seharusnya mendapat jam belajar 32 jam pembelajaran per minggu. Sehingga warga sangat kecewa dengan kondisi ini. Dimana, siswa yang masuk tahun lalu, saat ini masuk kelas VIII. Warga mengatakan, pihaknya sudah mengeluhkan hal ini sejak awal. Karena menyekolahkan anak adalah untuk mendapatkan ilmu dan bisa membawa kemajuan bagi sang anak. Yang terjadi saat ini, justru anak-anak mereka jalan ditempat. Kekahwatiran semakin memuncak, ketika melihat anak-anaknya mengeluhkan kondisi pengajaran di sekolah.
“Cuma mencatat nya kami disekolah,” katanya menirukan keluahan anaknya.
Jadi, kerisauan semakin memuncak pada warga yang menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Warga mengharapkan, agar pemerintah memperhatikan mutu pendidikan. Bukan hanya menyediakan gedung dengan melemahkan posisi pendidikan di daerah itu. Sebab, sebelumnya siswa dari Ranggitgit bersekolah ke Desa Aekraja, sekolah swasta atau ke luar daerah.
“Kita juga senang dengan pembangunan kampung ini, anak-anak tidak lagi bangun pagi-pagi untuk menempuh 8 km ke Aekraja. Tapi jangan justru merusak mutu pendidikan putra-putri di kampung ini,” ujarnya berharap dalam bahasa daerah.
Sumber: Tribun Medan
No comments:
Post a Comment