Custom Search

Sutan Muhammad Amin Nasution, Gubernur Sumatera Utara Pertama Dilantik Presiden

Sutan Muhammad Amin Nasution Gubernur Sumatera Utara periode 18 Juni 948 - 1 Desember 1948 dan 23 Oktober 1953 - 12 Maret 1956.

Dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, barang kali belum pernah terjadi Presiden melantik Gubernur. Peristiwa sejarah ini terjadi di Sumatera Utara. Pada 19 Juni 1948, Presiden Soekarno melantik Mr. Sutan Muhammad Amin Nasution sebagai Gubernur Sumatera Utara definitif yang dalam suatu upacara yang dilangsungkan di Pendopo Keresidenan Aceh Provinsi Sumatera Utara. Upacara ini dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Sukiman Wiryosandjoyo serta rombongan Presiden lainnya. Pembesar daerah yang hadir antara lain Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Residen Aceh-T.TM.Daudsyah, Sultan Siak Syarif Kasim dan lain-lain.

Sebelum Presiden melantik Gubernur Sumatera Utara Mr. S.M. Amin terlebih dahulu kata pengantar disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, yang mengatakan pelantikan tersebut dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No. 10 Tahun 1948.

RI Menjadi Kecil

Mungkin ada pertanyaan kenapa pelantikan Gubernur Sumatera Utara yang definitif dilaksanakan di Aceh? Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada baiknya kita kutip pidato Presiden Soekarno pada 18 Juni 1948 ketika berkunjung ke Bireuen untuk bertemu dengan rakyat. Pidato Presiden itu disampaikan dalam rapat umum malam hari di Cot Gapu Bireuen yang dihadiri sekitar 100.000 rakyat yang datang dari berbagai pelosok daerah. Podium tempat Bung Karno bicara hanya diterangi oleh lampu petromax.

Kami sebagai pengelola surat kabar mingguan "Suasana" yang diterbitkan oleh Penerangan Tentara Resimen V Divisi X hadir dalam rapat umum tersebut mencatat pidato Presiden dengan menggunakan stenograpi, karena waktu itu belum ada tape recorder. Dalam pidatonya yang cukup panjang Presiden Soekarno antara lain mengatakan sebagai berikut :

Dalam naskah Linggarjati Daerah Republik hanya Jawa, Madura dan Sumatera. Setelah Agresi Belanda I, tanggal 21 Juli 1947 banyak tempat diduduki Belanda. Di Sumatera Timur ada Belanda, di Padang ada Belanda, di Palembang ada Belanda, di Jakarta ada Belanda, di Bandung ada Belanda, di Sukabumi ada Belanda, di Semarang ada Belanda, di Surabaya, Bangil, Pasuruan, Bondowoso, Banyuwangi diduduki Belanda, dengan demikian Republik kita menjadi kecil.

Selanjutnya ditambahkan, walaupun Republik kita kecil, kita tetap mempertahankan Republik ini menjadi modal perjuangan rakyat Indonesia. Walau Republik ini tinggal sebesar payung, walau Republik ini hanya tinggal Aceh saja, Republik ini tetap kita pertahankan dengan Aceh menjadi modal. Aceh daerah modal Republik ini, modal dari perjuangan seluruh rakyat Indonesia, demikian Presiden.

Melalui pidato Presiden Soekarno ini terjawablah apa sebab Gubernur Sumut dilantik di Aceh, dan tahulah kita betapa gentingnya situasi negara kita di masa itu. Waktu itu memang Yogyakarta belum direbut dan diduduki Belanda, karena itu Presiden Soekarno dan rombongan dapat terbang dari Lapangan Maguo ke Lapangan Terbang Lhok Nga di Banda Aceh dengan menggunakan pesawat Dakota "RI. 002" yang diterbangkan oleh pilot berkebangsaan Amerika bernama Robert Earl Freeberg.

Baru dalam Agresi II tanggal 19 Desember 1948 Yogya direbut Belanda, Presiden Soekarno, PM St. Syahrir dan H. Agus Salim ditawan Belanda di Berastagi dan Parapat, sedangkan Bung Hatta dan pemimpin yang lain ditawan di Pulau Bangka.

15 April Hari Jadi Provsu

Pertanyaan, kenapa hari Jadi Provinsi SU ditetapkan 15 April, sedangkan Gubernur Muda Sumatera Utara Mr. S.M. Amin dilantik 14 April 1947, berarti waktu itu Provinsi Sumatera Utara telah lahir yang dipimpin oleh Gubernur Muda, yang dilantik oleh Wakil Pemerintah Pusat/Gubernur Sumatera Mr. Teuku Moehd Hasan. Dasar hukum pelantikan itu Peraturan Pelaksanaan Pemerintahan untuk Gubernur-Gubernur Muda di Sumatera yang ditetapkan oleh Wakil Pemerintah Pusat/Gubernur Sumatera tanggal 17 Desember 1947 No. 13/Bkt/U.

Untuk menjawab kenapa 15 April ditetapkan sebagai Hari Jadi Provinsi Sumatera Utara, menurut setahu kami karena Undang-undang No. 10 tahun 1948 diundangkan pada 15 April 1948. Undang-undang tersebut ditetapkan mengingat luasnya Pulau Sumatera maka perlu dibagi menjadi 3 provinsi yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Sumatera Tengah dan Sumatera Utara. Undang-undang ini memberi penegasan dalam pasal 3 ayat 3 bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat adalah Gubernur Provinsi tetapi tidak mempunyai hak suara.

Setelah Presiden Soekarno melantik Mr. S.M. Amin menjadi Gubernur Sumut, sekitar 5 bulan kemudian Gubernur Sumatera Utara itu melantik DPR Sumatera Utara dalam sidang paripurna yang dilangsungkan di Tapak Tuan mulai 13 s/d 16 Desember 1948. Mungkin timbul pertanyaan kenapa begitu cepat Gubernur Mr. S.M. Amin bisa melantik para anggota Dewan? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat strategi yang dilakukan oleh Gubernur Sumatera Mr. Teuku Moehd Hasan. Setelah Provinsi Sumatera "dimekarkan" menjadi tiga Provinsi dan dilantiknya Gubernur Muda untuk masing-masing provinsi maka Gubernur Muda mempersiapkan perangkat pemerintahan daerah termasuk Dewan Perwakilan Rakyat, juga perangkat-perangkat daerah lainnya.

Setelah Mr. S.M. Amin dilantik menjadi Gubernur Muda maka Kutaraja (Banda Aceh) menjadi ibukota Provinsi SU. Dalam rangka berkonsultasi dengan partai-partai politik dalam untuk menyusun anggota Perwakilan Rakyat Sumut sangat sulit, karena berhubungan ke Residenan di Tapanuli sangat susah, demikian juga hubungan ke Sumatera Timur. Kesulitan ini dapat dilihat, ketika anggota Dewan dari Tapanuli, dan dari Sumatera Timur dipanggil untuk dilantik dan bersidang di Tapak Tuan. Mereka yang datang dari Tapanuli harus menempuh perjalanan laut dengan menggunakan motor boat, padahal di laut terus menerus kapal perang Belanda melakukan patroli, kalau ada boat ke luar dari daerah pasti akan diberondong dengan senjata otomatis. Demikian anggota Dewan dari Sumatera Timur untuk sampai di Tapak Tuan harus menempuh hutan belantara. Anggota DPR Sumatera Utara berjumlah 45 orang yang bisa menghadiri sidang pertama itu berjumlah 29 orang saja.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat SU dari Tapanuli adalah: Fachruddin (Pesindo), Abdul Hakim (Masyumi), Sutan Mangara Muda (Partai Sosialis), H. Abdul Aiziz (Masyumi) dan Jahya Siregar (Masyumi). Sedangkan yang tidak bisa hadir adalah: A. Sutarjo, Dr. Gindo Siregar, Dr. R.Sunario, Dr. Cashmir Harahap, D.Dyar Karim, Kario Siregar (Ayahanda Raja Inal Siregar), Nulung Sirait, M.Hutasoit, Lokot Batubara, S.M.Simanjuntak, Mr.H.Silitonga, Mr.R.L Tobing, Dr. Warsito, Rustalembanua dan Patuan R. Natigor.

Anggota DPR SU dari Sumatera Timur adalah: Hadely Hasibuan, (Partai Sosialis), A. Xarim MS (PKI), Agus Salim (Sobsi), Herman Siahaan (Sobsi), H.Abdulrahman Syihab (Masyumi), M.Yusuf Abdullah (Pesindo), M. Yunan Nasution (Masyumi), S.M. Tarigan (BTI) dan St.Soaloan (Parkindo).

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara dari Keresidenan Aceh adalah: Tengku Ismail Jakop (Masyumi), Sutikno P.Sumato (tidak berpartai), M.I.Daud (Partai Sosialis), Abdul Mu'thi (PNI), Affan Daulay (PSSI) Tgk.Abdul Wahab (Masyumi), M.Abdul Syam (PSSI), M.Sariddin (PSSI) Bagindo Bujang (Sobsi) Tgk M.Nur Ibrahim (Masyumi).

Itulah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara dari tiga Keresidenan, Tapanuli, Sumatera Timur dan Aceh. Sedangkan Ketua DPR SU sesuai dengan UU No. 10 tahun 1948 adalah Gubernur tanpa mempunyai hak suara. Adapun yang melantik DPR Sumatera Utara ini adalah Gubernur Sumut Mr.S.M.Amin. Ketika melantik DPR SU ini Mr.S.M.Amin antara lain mengatakan, menjadi anggota Dewan bukan untuk kepentingan segolongan, tetapi untuk kepentingan rakyat Sumatera Utara. Di antara keputusan yang diambil dalam sidang DPR Sumatera Utara itu adalah ditetapkan Kutaraja Banda Aceh sebagai ibukota Propinsi Sumatera.

Ketua DPR Sumut Pertama

Dengan uraian yang sederhana ini jelaslah kenapa Presiden melantik Gubernur Sumatera Utara di Aceh. Ditetapkannya 15 April sebagai Hari Jadi Provinsi SU, sesuai dengan tanggal diundangkan Undang-undang No. 10 Tahun 1948. Gubernur Mr.S.M. Amin melantik Dewan, mewakili Menteri Dalam Negeri Mr. S.M sebagai Ketua DPR SU, juga sesuai kehendak Undang-undang. Kalau selama ini masih kabur siapa sebenarnya Ketua Dewan Perwakilan Sumatera Utara pertama, maka kini sudah terjawab dan dapat dipertanggungjawabkan adalah Mr.S.M.Amin.

Andai kata DPRD SU sekarang ini ingin melestarikan wajah-wajah Ketua DPR SU pertama sampai Ketua Dewan sekarang, maka dapat dimulai dari Ketua pertama Mr. S.M.Amin dan seterusnya.

Masyarakat Sumatera Utara kini dapat melihat wajah para Gubernur Sumatera Utara mulai dari Gubernur pertama hingga Gubernur sekarang di Museum Negeri Sumatera Utara.
Alangkah baiknya kalau ada inisiatif dari pihak DPRD SU untuk melestarikan wajah-wajah Ketua DPRD Sumatera Utara atau dipasang di gedung DPRD SU dan Museum Negeri Sumatera Utara. Hal ini penting untuk kepentingan sejarah. Lain halnya kalau sementara kita memang tidak menghiraukan sejarah.

Mr. Sutan Muhammad Amin Nasution
Krueng Raba Nasution

Mr SM Amin alias Mr Sutan Muhamad Amin dengan nama kecil Krueng Raba Nasution, lahir di Lho’ Nga (Aceh) pada 22 Pebruari 1904. Dilahirkan oleh seorang ibu bernama Siti Mardiah asal Batang Natal Mandailing, dan ayah bernama Muhamad Taif gelar Raja Aminudin berasal dari kampung Pidoli Dolok, Penyabungan.

☐ Masa Kanak-kanak (1915-1919)
■ Solok (1915-1916) ■ Sibolga (1916-1927) ■ Tanjung Pinang (1918-1919)
☐ MASA PEMUDA (1919-1933)
■ Murid MULO/Pasar Baru (1921-1924)
■ Yogyakarta (1924-1927) ■ Batavia Centrum (1927-1933)
☐ MASA DEWASA (1934-1962)
■ Di Kutaraja (1934-1941) ■ Di Jakarta (1951-1953) ■ Masa di Jakarta (1956-1948)
■ Di Tanjung Pinang/Riau (1958-1960) ■ Di Jakarta (1960-1962)
☐ ■ Di Jakarta (1962-1984)

* Oleh Muhammad TWH - Penulis wartawan senior pemerhati sejarah (http://mistersmamin.blogspot.com)

GURBENUR SUMATERA UTARA:
1. Sutan Muhammad Amin Nasution (18 Juni 1948 - 1 Desember 1948)
2. Ferdinand Lumbantobing (1 Desember 1948 - 31 Januari 1950)
3. Sarimin Reksodiharjo (14 Agustus 1950 - 25 Januari 1951)
4. Abdul Hakim (25 Januari 1951 - 23 Oktober 1953)
5. Sutan Muhammad Amin Nasution (23 Oktober 1953 - 12 Maret 1956)
6. Sutan Kumala Pontas (18 Maret 1956 - 1 April 1960)
7. Raja Djundjungan Lubis (1 April 1960 - 5 April 1963)
8. Eny Karim (8 April 1963 - 15 Juli 1963)
9. Ulung Sitepu (15 Juli 1963 - 16 November 1965)
10. PR. Telaumbanua (16 November 1965 - 31 Maret 1967)
11. Marah Halim Harahap ( 31 Maret 1967 - 12 Juni 1978)
12. Edward Waldemar Pahala Tambunan (12 Juni 1978 - 13 Juni 1983)
13. Kaharuddin Nasution (13 Juni 1983 - 13 Juni 1988)
14. Raja Inal Siregar (13 Juni 1988 - 15 Juni 1998)
15. Tengku Rizal Nurdin (15 Juni 1998 -5 September 2005)
16. Rudolf Pardede (10 Maret 2006 - 16 Juni 2008)
17. Syamsul Arifin (16 Juni 2008 - sekarang)



MYCULTURED

TOKOH BATAK

No comments:

Post a Comment

Masukkan Email Anda Disini untuk dapat artikel terbaru dari BUDAYA BATAK:

Delivered by FeedBurner

KOMENTAR NI AKKA DONGAN....!!!

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...