MYCULTURED
Serumpun kayu “Bintatar” berumur ratusan tahun ditemukan di Janjimatogu Kecamatan Uluan Tobasa. Kayu tersebut terlihat berbatang banyak karena batang aslinya sudah tidak ada lagi. Akar yang menggantung dari dahan sampai ketanah akhirnya menopang kayu tersebut sehingga terus bergenerasi sehingga terlihat seperti kumpulan banyak batang kayu. Konon menurut ceritera, kayu itu dulunya dari sebatang alat penumbuk (alu) dari kayu.Ompu Gumara Manurung adalah turunan ke 4 dari Tuan Sogar Manurung dari raja Puni Harian Manurung. Beliau menikahi 2 orang yang menjadi isterinya yaitu Sonaklan br Sitorus dan Tornagodang br Nainggolan Ompu Gumara adalah 3 orang bersaudara semasa mudanya bernama Guru Martaja. Keluarganya selalu dipecundangi oleh 11 orang bersaudara turunan Paliang Manurung saudara dari Puni Harian Manurung yang juga turunan Tuan Sogar Manurung.
Berbagai cara dilakukan turunan Paliang menghambat kegiatan Ompu Gumara. Salah satunya sering membentangkan tikar memenuhi halaman sampai depan rumah Ompu Gumara sehingga ternak kerbainya tidak dapat lagi dikeluarkan dari kandang.
Niat jahat yang hendak dilakukan turunan Paliang sampai ketelinga saudaranya perempuan Boru Pinabun yang menikah ke marga Sitorus di Lumban Nabolon.
Tidak ada cara lain lagi bagi Ompu Gomara selain menyingkir meninggalkan kampung halamannya Uluan. Niat itu disampaikan kepada ibundanya dan memberikan pertanda menanam sebatang kayu yang digunakan sebagai alu. Kepada ibundanya beliau berkata, apabila kayu itu tumbuh, adalah pertanda dia masih hidup, dan sebaliknya bila tidak tumbuh adalah pertanda dia tidak hidup lagi.
Ada firasat kepada Boru Pinabun yang akan terjadi kepada sauraranya itu, dan mencari akal. Dia dataing ke kampuing saudaranya itu layaknya melepas rindu. Diluar rumah turunan Paliang sudah menunggu hendak menghempang Ompu Gumara keluar rumah.
Boru Pinabun membungkus Ompu Gumara kedalam tikar dan menjatuhkannya keluar rumah. Kepada orang yang menyaksikan disebutkan bahwa tikar itu diambil sebagai “parsiholan” kenangan dari orangtuanya.
Boru Pinabun memikul tikar yang agak berat itu keluar kampung dan disana sudah menanti seekor kuda yang sudah dia siapkan sebelumnya. Ompu Gumara diselamatkan.
Ompu Gumara berangkat dari Lumban Nabolon mencari ilmu pengetahuan dari Samosir sampai ke Batang Toru dan tidak ada kabar berita.
Kedua isterinya menderita dan dirundung kesedihan mengenang nasib suaminya. Kedua saudaranya berniat mengawini kedua isterinya dan setiap melihat ada tunas kayu yang ditanam Ompu Gumara selalu dipatahkan. Kedua isterinya itu pun tidak pernah melihat tanda tumbuhnya kayu tersebut karena tidak melihat ada tunas.
Kedua saudaranya membujuk dan meyakinkan bahwa Ompu Gumara tidak hidup lagi karena kayu yang ditanam tidak tumbuh. Kedua isterinya tidak yakin karena melihat batang kayu itu tidak pernah meongering dan diputuskan untuk bertanya kepada orang pintar (datu). Untuk lebih memastikan bagaimana kebenarannya. Datu menganjurkan keluarga itu “mardebata” (sejenis kegiatan ritual minta petunjuk dari Tuhan Yang maha Kuasa). Dari pertanda yang didapatkan datu melalui upacara “mardebata” itu dipastikan bahwa Ompu Gumara masih hidup. Sang datu berseru mohon petunjuk lebih jelas akan kepastian hidupnya Ompu Gumara.
Tiba-tiba angin bertiup kencang melintasi upacara dan tiba-tiba daun lontar (motung) berterbangan sangat banyak menumpuk di halaman upacara. Hujan deras pun turun hingga peserta upacara dan penonton tidak dapat meninggalkan tempat. Diantara penonton itu juga ada hadir turunan Paliang. Tiba-tiba Ompu Gumara muncul ditengah-tengah mereka hingga hujan reda merekapun mengenali wajahnya. Kegembiraan dan kekecewaan terlihat diantara banyak kerumunan itu dan turunan Paliang beranjak satu-persatu.
Melihat kesaktian Ompu Gumara, turunan Paliang tidak lagi berusaha melakukan niat buruknya.
Kesaktian dan kebijaksanaan selama penelusurannya mencari ilmu menjadi pedoman kepada keturunannya untuk tidak melakukan dendam atas segala kejahatan yang diterimanya.
Dalam dinding rumahnya dituliskan pesan (tona) dalam surat batak “Ingot, unang maingothu” Ingat, jangan terlalu ingat.
Pesan ini menjadi amanat khusus bagi turunan Ompu Gumara sehingga tidak dendam kepada turunan Paliang.
Sampai saat ini turunan Ompu Gumara dengan turunan Paliang tidak ada mempermasalahkan masa lampau.
• Ceritera ini dituturkan secara lisan oleh Ompu Juventus Manurung
di Janjimatogu tanggal 26 Juli 2007
tanobatak.wordpress.com
No comments:
Post a Comment